Perempuan muda itu berdiri di depan Orchard Tower, menatap papan daftar penghuni gedung, berusaha mencari sesuatu. Tidak lama sampai dia menemukannya, #05-19 Bl****n Ov*****s Pte.Ltd., diapun menaiki tangga memasuki gedung, menuju lantai lima.
Ia berada disini untuk membuat foto paspor. Salah satu persayaratan penggantian paspor di KBRI Singapura adalah membuat pas foto di tempat yang telah ditunjuk. Tidak bisa ditempat lain, ataupun menggunakan pas foto yang kebetulan sudah dimiliki. Harus buat pas foto baru, di tempat yang telah ditunjuk KBRI. Karena itulah pagi ini ia sudah ada di tempat ini.
Sebuah papan nomor bertulisan 05-19 tergantung didepan sebuah pintu yang terbuka. Ia pun melangkah kesana, dan terdiam sesaat didepan pintu yang terbuka itu, menatap kedalam, sedikit bingung. Tempat itu tidak terlihat seperti sebuah studio foto yang ia bayangkan sebelumnya. Di bagian sisi ruangan itu berjejer kursi untuk orang duduk sambil menunggu giliran difoto. Beberapa meja disusun membentuk huruf U ditengah ruangan sebagai meja kerja operator foto lengkap dengan dua set komputer, printer, pemotong foto, dan mesin kasir diatasnya. Dua set layar berwarna merah dan biru yang berguna sebagai latar belakang foto tersimpan tepat didepan dinding dengan posisi yang saling berseberangan dalam ruangan itu, begitu juga dua buah kamera digital yang terhubung ke komputer.
“Halo, mau foto?” Seorang laki-laki setengah baya menyapanya dari dalam.
“Ya.”
“Masuk, masuk! Duduk sini dulu. Minta IC-nya.” Kata laki-laki itu lagi dengan logat melayunya yang kental.
Perempuan itu mengeluarkan IC-nya dari dalam dompetnya dan mengulurkannya pada laki-laki yang memintanya. Laki-laki itu mengoperkan IC-nya pada perempuan operator foto.
“Tunggu sebentar ya, Kak, duduk saja dulu. Foto paspor, kan?”
“Ya.”
Dia duduk tenang, memperhatikan sekelilingnya. Di dalam sudah ada beberapa orang sedang mengantri untuk difoto. Beberapa orang yang baru datang juga melakukan prosedur yang sama seperti yang sudah dilakukannya, lalu kemudian duduk menunggu giliran. Laki-laki tadi asyik terus mengobrol dengan operator foto.
“Boleh rapikan dulu kudung Kakak, setelah itu kita foto.”
Ia pun menuju cermin, merapikan jilbab putihnya, dan kemudian berjalan menuju kursi yang terletak didepan layar biru menghadap sebuah kamera digital.
“Nah, cantik tuh. Boleh tanya namanya.” Laki-laki berlogat melayu itu berbicara dengan seorang laki-laki muda yang sedang mengantri, tapi matanya tertuju pada perempuan yang sedang siap difoto, sambil tersenyum aneh.
“Dia ni available lah.” Katanya lagi pada perempuan itu, sambil menunjuk pada laki-laki muda tadi. Rupanya dia mencoba menjodoh-jodohkannya dengan laki-laki muda itu.
“Eh, tanya dulu, kakak ni available tak.” Tiba-tiba si operator foto menyela sambil tersenyum.
Saat itu perempuan itu mulai kesal. Ingin rasanya dia mengacungkan jari manisnya yang terdapat cincin kawin platinanya, seperti gaya para bule mengacungkan jari tengah mereka ketika mereka mengumpat kesal pada seseorang.
Yes, I’m taken. Bercanda sih bercanda, tapi gak usah nyebelin gitu dong, pikirnya.
Selesai foto, menunggu sebentar, bayar limabelas dolar, fotopun jadi. Ia pun beranjak meninggalkan ruangan itu. Sudah pukul sepuluh lebih, dan ia ingin cepat-cepat pergi ke KBRI karena batas penyerahan permohonan hanya sampai jam duabelas.
Menjelang jam sebelas siang ia tiba di KBRI. Tepat di pintu masuk ruang bagian imigrasi, ia melihat lagi laki-laki berlogat melayu tadi itu. Mungkin dia juga sedang mengurus dokumen di KBRI. Laki-laki itu masih ingat padanya, dan tersenyum sambil berkata,
“Lho, baru sampai lagi, yang?”
Yang…?? Yang…? Damn you! Who the h**l are you calling me ‘yang’?
Perempuan itu tidak membalas, ia hanya lewat tanpa melihat sedikitpun pada laki-laki itu. Dia segera menuju tempat pengambilan nomor antrian, kemudian meminta formulir permohonan penggantian paspor, dan segera mengisinya. Ketika sedang mengantri, ia merasa perlu pergi ke kamar kecil. Kamar kecil letaknya di luar gedung, jadi dia harus melewati si lelaki menyebalkan yang masih berdiri di pintu ruangan itu lagi.
“Sudah selesai kah, yang? Nak kemane sekarang, yang?”
Yang… yang… bhuatokmu!
Hal yang sama terulang lagi ketika ia kembali dari kamar kecil. Dan ia tetap mendiamkannya tanpa membalas sedikitpun. Membalaspun tidak berguna, hanya cari ribut saja.
Akhirnya urusan di KBRI selesai, dan perempuan itupun meninggalkan KBRI. Kali ini lelaki tadi sudah tidak ada, mungkin urusannya pun sudah selesai lebih dulu.
Syukurlah.
Dia memang benar-benar tidak suka jika ada orang iseng seperti itu. Walaupun hanya sekedar kata-kata, tapi dia merasa benar-benar tidak nyaman.
~-***-~
Catatan: Perempuan itu adalah saya. Dan cerita diatas adalah pengalaman saya waktu mengurus penggantian paspor beberapa hari yang lalu.
Nyebelin banget deh tuh orang!!
Monday, April 24, 2006
Yang… yang… bhuatokmu!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment