Barusan ada delivery barang elektronik untuk saya. Bukan saya yang beli sih, titipan teman di indonesia, tapi di kirim ke alamat saya. Nah, berhubung lift di apartemen saya gak bisa diakses oleh sembarang orang yang bukan penghuni, si pengantar barang gak bisa naik ke lantai 10 dan mengantarkan barangnya sampai ke depan pintu rumah saya. Jadi saya harus menemui si pengantar barang di lobby apartemen. Sebelum saya turun, terlintas pikiran untuk membawa pulpen, untuk menandatangani bukti delivery order. Tapi saya pikir, pasti orang itu sudah bawa pulpen. Ternyata, sampai di bawah, dia tidak bawa pulpen, malah nanya saya apa saya punya pulpen. Untungnya dia bisa pinjam pulpen ke temennya yang nunggu di mobil.
Saya jadi mikir, harusnya yang bawa pulpen siapa ya? Mungkin dia juga berpikir yang sama dengan saya soal pulpen ini. Mungkin saja dia mengasumsikan saya pasti sudah tahu akan ada bukti delivery yang harus ditanda tangan, jadi saya akan membawa pulpen sendiri. Padahal saya justru mengasumsikan dia lah yang pasti bawa pulpen. :p
Ah kalo main asumsi-asumsi begini susah. Sukur-sukur kalau asumsi kedua pihak benar. Untuk kasus ini jadi saya bawa pulpen, dia juga bawa pulpen. Ada dua pulpen lebih baik daripada tidak ada pulpen sama sekali bukan? Nah, kalau ternyata asumsi kedua pihak salah semua??? Masih untung cuma perkara pulpen, kalau soal bayar ongkos taksi, atau bayar makan di resto, atau apapun lah yang lebih serius... bagaimana coba?
Jadi moral of the story adalah: kalau memang sudah ingat untuk bawa pulpen sendiri, ya di bawa saja lah. Toh hanya pulpen, gak repot membawanya. :P
Thursday, June 15, 2006
Siapa yang harusnya bawa pulpen?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment